Selasa, 25 Maret 2008

Psikologi Perkembanagn Remaja

Psikologi Perkembangan Masa Remaja (Adolescence)

Masa Remaja menunjukan masa transisi dari masa kanak-kanak kemasa dewasa. Suatau tahap transisi menuju ke status orang dewasa mempunyai beberapa keuntungan. Tahap transisi memberi remaja itu suatu masa yang lebih panjangt untuk mengembangkan berbagai keterampilan serta untuk mempersiapkan masa depan, tetapi masa itu cendrung menimbulkan masa pertentangan (konflikkebimbangan antara ketergantungan dan kemandirian1. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari umur tiga belas sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh belas sampai usia delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Awal usia rremaja biasanya disebut sebagai usia belasan. Meskipun remaja yang lebih tua sebenarnya masih tergolong anak belasan tahun sampai ia mencapai usia dua puluh satu tahun , namun stilah usia belasan tahun yang secara popular dihubungkan dengan pola perilaku khas remaja tersebut. Biasanya disebut pemuda pemudi atau disebut kawula muda, yang menunjukan bahwa masyarakat belum melihat adanya perilaku yang matang selama awal masa remaja2.

Ciri-ciri Masa Remaja

Masa Remaja mempunyai cirri-Ciri tertentu yang membedakan dengan periode seebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut anatara lain, yaitu:

1. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting

Periode Penting untuk masa remaja karena akibat perubahan fisika dan juga karena psikologinya. Tanner mengatakan, bagi sebagian besar anak muda, usia antara dua belas dan enam belas tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Tak dapat disangkal, selama kehidupan janin dan tahun pertama atau kedua setelah kelahiran, perkembanagn berlangsung semakin cepat, dan lingkungan yang baik semakin lebih menentukan, tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang menmperhatikan perkembangan atau kurangnya berkembang dengan kagum, senang atau takut.

2. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan

Artinya apa yangn terjadi akan menimbulkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan dating. Perubahan fisik yang terjadi selama tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai yang telah tergeser.

3 Masa Remaja sebagai Masa Perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan prulaku selama masa remaja sejajr dengan tingkat perubahan fiiknya. Ada empat perubahan yang sama dan bersifat universal, yaitu:

a. Meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologi yang terjadi.

b. Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial dan menimbulkan masalah baru.

c. Dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nila-nilai juga berubah.

d. Sebagian remaja bersikap ambivalen terhap setiap perubahan.

4. Masa Remaj sebagai Usia Bermasalah

Setiap periode mempunyai masalah yang sulit diatasinya baik laki-laki maupun perempuan.

5. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas

Pada tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap pentin bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka akan mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sama dengan temanya. Dalam segala hal seperti sebelumnya. Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu, adalah dengan menggunakan symbol stataus dalam bentuk mobil, pakaian, dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat.

6. Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusakdan berperilaku merusak, menyebabakan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatikterhadap perilaku remaja yang normal.

7. Masa Remaja sebagai Masa yang tidak Realistik

Cita-cita yang tidak Realistik, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga agi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosiyang merpakan cirri dari awal masa remaja.

8. Masa Reamaja sebagai Masa Dewasa

Denagan semakin mendekatnya usia kematangan, mak remaja mulai memusatykan dri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewas, yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat- obatan , dan terlibat dalam perbuatan seks.

Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja

Tugas Perkembangan masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Akibatnya, hanya sedikit baik anak laki-laki maupun perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tersebut selama awal masa remaja. Penelitian singkat mengenai ttugas-tugas perkembanagan masa remaja yang penting akan mengambarkan seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang timbul dari perubahan itu sendiri. Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan mengenai perkembngan dan keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan social. Erat hubungannya denagn masalah pengembangan-pengembangan nilai yang selaras dengan dunia nilai orang dewasa yang akan dimasuki, adalah tugas untyuk mengembangkan perilaku social yang bertanggung jawab. Kecendrungan kawin muda menyebabakan persiapaan perkawinan merupakan hal yang paling penting dalam tahun-tahun remaja.

Perubahan Fisik Selama Masa Remaja

a. Variasai dlm Perubahan Fisik

Seperti pada semua usia, setuiap perubahan fisik juga terdapat perbedaan individu. Bagi anak laki-laikimemulai pertumbuhannya lebih lambat dari anak perempuan. Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak yang matangnya terlambat cendrung mempunyai bahu yang lebih lebar dari pada anak yang matang lebih awal. Tungkai kaki anak yang matang lebih awal cendrung pend3ek dan gemuk, tungkai kaki anak yang matangnya terlamabat cenderung lebih ramping.

b. Efek perubahan fisik

Remaja terdorong untuk mengunakan kekuatan yang diperoleh dan selanjutnya merupakan bantuan untyuk mengatasi setiap kecanggunagan yang timbul dikemudian hari.

c. Keprihatinan akan perubahan fisik

Beberapa keprihatinan akan tubuh yang dihadapi remaja merupakan lanjutan dari berbagai keprihatinan diri yang dialami para remaja dan yang pada awal-awal tahun remaja dan yang pada awaltahun-tahaun remaja didasarkan pada kondisi-kondisi yang berlaku, misalnya: keprihatinana akan kenormalan, bentuk tubuh, haid pada wanita, jerawat, dan gemuk.

d. Pola Emosi pada Masa Remaja

Remaja tidak lagi mengungkapkan kemarahannya dengan gerakan melainkan dengan menggerutu, tidak berbicara atau dengan sura keras mengeritik orang yang menyebabkan marah.

e..Kematangan Emosi

Akhir Masa Remaja tidak meledakkan Emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat umtuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima.

Perubahan Sosial

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial, hala ini disebabakan karena:

1. Kuatnya pengaruh teman sebaya.

2. Perubahan dalam perilaku sosial.

3. Pengelompokkan sosial baru.

4. Nilai baru dalam memilih teman.

5. Nilai baru dalam penerimaan sosial.

6. Nilai baru dalam Memilih teman.

7. Nilai baru dalam memilih pemimpin.

Beberapa Minat Remaja

Semua remaja muda sedikit banyak memiliki minat-minat khusus tertentu yang terdiri dari beberapa kategori, yaitu diantaranya adalah:

a. Minat Rekreasi Remaja

1. Minat Permainan dan Olahraga

2. Minat Bersantai

3. Minat Berpergjan

4. Minat Hobi

5. Minat Dansa

6. Minat Membaca

7. Mianat Menonton

8. Minat pada Radio dan Kaset

9. Minat pada Televisi

10.Minat untuk Melamun

b. Minat-minat Sosial yang Umum Pada Remaja

1.Pesta

2. Minuman-minuman Keras

3. Obat-obatan Terlarang

4. Percakapan

5. Menolong Orang lain

6. Peristiwa Dunia

7. Kritik dan Pembaruan

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Remaja Terhadap Pendidikan

a. Sikap teman sebaya: berorientasi sekolah atau kerja.

b. Sikap orang tua : Menganggap pendidikan sebagai batu loncatan kearah mobilitas sosial atau hanyasebagai suatau kewajiban karena diharuskan oleh hokum.

c. Nilai-nilai yang menunjukkan keberhasilan atau kegagalan akademis.

d. Relevansiatau nilai praktis dari berbagai mata pelajaran .

e. Sikap terhadap guru-guru, pegawai tata usaha dan kebijaksanaan akademis serta disiplin.

f. Keberhasilan dalam berbagai kegiatan ekstra kulikuler

g. Derajat dukungan sosial diantara teman-teman sekelas.

Sebab-sebab Umum Pertentangan Keluarga Selama Masa Remaja

a. Standar Perilaku

b Metoddee Disiplin

c. Hubunga dengan saudara kandung

d. Merasa menjadi korban

e. Sikap yang sangat kritis

f. Besarnya keluarg

g. Perilaku yang kurang matang

h. Memberontak terhadap sanak saudara

i. Masalah palang pintu

Konsep-konsep yang mempengaruhi konsep diri remaja

1. Usia kematangan

2. Penampilan diri

3. Kepatutan seks

4. Nama dan juliukan

5. Hubungan keluarga

6. Teman-teman sebaya

7. Kreativitas

8. Cita-cita

Hambatan-hambatan umum untuk melakasanakan peralihan kematangan

1. Dasar yang buruk

2. Terlambat matang

3. Terlampau lama diperlakukan seperti anak-anak

4. Perubahan Peran

5. Ketergantungan yang terlampau lama

Perkembangan Jiwa Beragama pada Remaja

Ide-ide agama, dasar-dasar dan pokok-pokok agama pada umumnya diterimaseseorang pada masa kecil . Apa yang diterima sejak kecil akan berkembang dan tumbuh subur apabila remaja dalam menerima kepercayaan tersebut tidak mendapat kritikan Motivasi Beragama dapat diartikan sebagai usaha yang adadalam diri manusia untuk berbuat sesuatu tindak keagamaan dengan tujuan tertentu. Berbagai cara yang dilakukan remaja untuk mengekspresikan juwa keberagamaaannya,yaitu dengan cara percaya ikut-ikutan, Percaya dengan kesadaran Percaya tapi agak ragu-ragu, tidak percaya atau cenderung ateis3.2

Daftar Pustaka

Hurlock Elizabeth. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.1980

Sururin, M.Ag. Ilmu JiwaAgama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2004

Atkinson,Rita L. Pengantar Psikologi. Jakarta:Erlangga.1983



1 Rita L Atkinson , Pengantar Psiologi, Jakarta: Erlangga, 1983, hal: 135

2 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980 hal: 206

3 Sururin, M.Ag, Ilmu Jiw dan Agam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Peersada,2004 hal:66

Kamis, 20 Maret 2008

kurikulum SMA

Kurikulum



Written by Administrator
11 Mei, 2006 at 04:51 AM
Kurikulum SMA Taruna NusantaraDalam mencapai tujuan pendidikannya, SMA Taruna Nusantara menyelenggarakan dua kurikulum yaitu Kurikulum Depdiknas dan Kurikulum Khusus SMA Taruna Nusantara. Adapun Kurikulum Khusus terdiri atas tiga mata pelajaran yaitu Kenusantaraan, Kepemimpinan dan Bela Negara .

Kurikulum Umum :
Untuk mengembangkan kemampuan para siswa terutama di bidang akademis, digunakan Kurikulum Nasional yang telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Dalam perjalanannya telah dilaksanakan Kurikulum SMA 1984 dari Tahun Pelajaran 1990/1991 s/d 1993/1994, Kurikulum SMA 1994 mulai Tahun Pelajaran 1994/1995 hingga Tahun Pelajaran 2003/2004, Kurikulum SMA 2004 mulai Tahun Pelajaran 2004/2005 hingga Tahun Pelajaran 2005/2006.Saat ini Kurikulum yang diterapkan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

kurikulum khusus:
tiga Wawasan yang digunakan untuk mendidik siswa-siswinya yaitu: Kebangsaan, Kejuangan, serta Kebudayaan. Selain itu, para siswa diberikan Kurikulum Khusus, sebagai tambahan dari Kurikulum Umum yang dbuat oleh Depdiknas, yang digunakan untuk meningkatkan 3 Wawasan tersebut, yaitu 3 Mata Pelajaran :
Kepemimpinan
Kenusantaraan
Bela Negara
dan 4 Mata Kegiatan :
Rutin Terjadwal
Terprogram
Terproyek
Kreatif Mandiri

perkembangan remaja

Beberapa Permasalahan Remaja

Oleh Lilly H. Setiono

Team e-psikologi

Jakarta, 13 Agustus 2002

Bagi sebagian besar orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kenangan terhadap saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saat itu. Sementara banyak orangtua yang memiliki anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan remaja itu sendiri. Banyak orangtua yang tetap menganggap anak remaja mereka masih perlu dilindungi dengan ketat sebab di mata orangtua para anak remaja mereka masih belum siap menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka pada keinginan untuk mencari jatidiri yang mandiri dari pengaruh orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi hidup sebagai orang dewasa.

Sebetulnya, apa yang terjadi sehingga remaja merupakan memiliki dunia tersendiri. Mengapa para remaja seringkali merasa tidak dimengerti dan tidak diterima oleh lingkungan sekitarnya?. Mengapa remaja seolah-olah memiliki masalah unik dan tidak mudah dipahami?

Masa Remaja

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memhami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut.

Dimensi Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

Dimensi Kognitif

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

Dimensi Moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam. (Baca juga artikel: Perkembangan Moral)

Dimensi Psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja. (Baca juga artikel: Remaja & Tokoh Idola)
Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja adalah masalah "Siapakah Saya?" Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena pada masa ini kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan orangtuanya dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang normal karena remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu berubah dan ingin selalu mencoba – baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan. Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari idola seorang dokter yang sukses dan berusaha menyerupainya dalam tingkahlaku. Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai, remaja akan dengan cepat mengganti peran lain yang dirasakannya “akan lebih sesuai”. Begitu seterusnya sampai ia menemukan peran yang ia rasakan “sangat pas” dengan dirinya. Proses “mencoba peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga sangat normal. Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh.
Banyak orangtua khawatir jika “percobaan peran” ini menjadi berbahaya. Kekhawatiran itu memang memiliki dasar yang kuat. Dalam proses “percobaan peran” biasanya orangtua tidak dilibatkan, kebanyakan karena remaja takut jika orangtua mereka tidak menyetujui, tidak menyenangi, atau malah menjadi sangat kuatir. Sebaliknya, orangtua menjadi kehilangan pegangan karena mereka tiba-tiba tidak lagi memiliki kontrol terhadap anak remaja mereka. Pada saat inilah, kehilangan komunikasi antara remaja dan orangtuanya mulai terlihat. Orangtua dan remaja mulai berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda sehingga salah paham sangat mungkin terjadi.
Salah satu upaya lain para remaja untuk mengetahui diri mereka sendiri adalah melalui test-test psikologis, atau yang di kenal sebagai tes minat dan bakat. Test ini menyangkut tes kepribadian, tes intelegensi, dan tes minat. Psikolog umumnya dilatih untuk menggunakan alat tes itu. Alat tes yang saat ini umum diberikan oleh psikolog di Indonesia adalah WISC, TAT, MMPI, Stanford-Binet, MBTI, dan lain-lain. Alat-alat tes juga beredar luas dan dapat ditemukan di toko buku atau melalui internet; misalnya tes kepribadian.
Walau terlihat sederhana, dampak dari hasil test tersebut akan sangat luas. Alat test psikologi dapat diibaratkan sebuah pisau lipat yang terlihat sekilas tidak berbahaya; namun di tangan orang yang “bukan ahlinya” atau yang kurang bertanggung-jawab, alat ini akan menjadi sangat berbahaya. Alat test jika diinterpretasikan secara salah atau tidak secara menyeluruh oleh orang yang tidak berpengalaman atau tidak memiliki dasar ilmu yang cukup untuk mengartikan secara obyektif akan membuat kebingungan dan malah membawa efek negatif. Akibatnya, para remaja akan merasa lebih bingung dan lebih tidak merasa yakin akan hasil tes tersebut. Oleh karena itu sangatlah dianjurkan untuk mencari psikolog yang memang sudah terbiasa memberikan test psikologi dan memiliki Surat Rekomendasi Ijin Praktek (SRIP), sehingga dapat menjamin obyektivitas test tersebut.
Satu hal yang perlu diingat adalah hasil test psikologi untuk remaja sebaiknya tidak ditelah mentah-mentah atau dijadikan patokan yang baku mengingta bahwa masa remaja meruipakan masa yang snagat erat dengan perubahan. Alat test ini tidak semestinya dijadikan buku primbon atau acuan kaku dalam penentuan langkah untuk masa depan, misalnya dalam mencari sekolah atau mencari karir yang cocok. Seringkali, seiring dengan perkembangan remaja dan perubahan lingkungan sekitarnya, konklusi yang diterima dari hasil test bisa berubah dan menjadi tidak relevan lagi. Hal ini wajar mengingat bahwa minat seorang remaja sangat labil dan mudah berubah.
Sehubungan dengan explorasi diri melalui internet atau media massa yang lain, remaja hendaknya berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil-hasil yang di dapat dari test-test psikologi online melalui internet. Harap diingat bahwa banyak diantara test tersebut masih sebatas ujicoba dan belum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu dibutuhkan kejujuran untuk mampu menerima diri apa adanya sehingga remaja tidak mengembangkan identitas "virtual" yang berbeda dengan diri yang asli. (baca juga artikel: Explorasi Diri Melalui Internet)

Selain beberapa dimensi yang telah disebutkan diatas, masih ada dimensi-dimensi yang lain dalam kehidupan remaja yang belum sempat dibahas dalam artikel ini. Salah satu dari dimensi tersebut diantaranya adalah dimensi sosial.

Tip untuk Orangtua

Dalam kebudayaan timur, masih banyak orangtua yang menganggap anak adalah milik orangtua, padahal seperti yang dituliskan oleh Khalil Gibran: Anak Hanya Titipan Sang Pencipta. Ia bukan kepanjangan tangan orangtua. Ia berhak memiliki kehidupannya sendiri, menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Tentu saja peran orangtua sangat besar sebagai pembimbing. Dalam usia remaja, kemampuan penentuan diri inilah yang semestinya dilatih. Remaja seperti juga semua manusia lainnya – belajar dari kesalahan. Bagi para orangtua ada baiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Mulailah menganggap anak remaja sebagai teman dan akuilah ia sebagai orang yang akan berangkat dewasa. Seringkali orangtua tetap memperlakukan anak remaja mereka seperti anak kecil, meskipun mereka sudah berusaha menunjukkan bahwa keberadaan mereka sebagai calon orang dewasa.
Hargai perbedaan pendapat dan ajaklah berdiskusi secara terbuka. Nasihat yang berbentuk teguran atau yang berkesan menggurui akan tidak seefektif forum diskusi terbuka. Tidak ada yang lebih dihargai oleh para remaja selain sosok orangtua bijak yang bisa dijadikan teman.
Tetaplah tegas pada nilai yang anda anut walaupun anak remaja anda mungkin memiliki pendapat dan nilai yang berbeda. Biarkan nilai anda menjadi jangkar yang kokoh di mana anak remaja anda bisa berpegang kembali setelah mereka lelah membedakan dan mempertanyakan alternatif nilai yang lain. Larangan yang kaku mungkin malah akan menyebabkan sikap pemberontakan dalam diri anak anda.
Jangan malu atau takut berbagi masa remaja anda sendiri. Biarkan mereka mendengar dan belajar apa yang mendasari perkembangan diri anda dari pengalaman anda. Pada dasarnya, tidak ada anak remaja yang ingin kehilangan orangtuanya.
Mengertilah bahwa masa remaja untuk anak anda adalah masa yang sulit. Perubahan mood sering terjadi dalam durasi waktu yang pendek, jadi anda tidak perlu panik jika anak remaja anda yang biasanya riang tiba-tiba bisa murung dan menangis lalu tak lama kemudian kembali riang tanpa sebab yang jelas.
Jangan terkejut jika anak anda bereksperimen dengan banyak hal, misalnya mencat rambutnya menjadi biru atau ungu, memakai pakaian serba sobek, atau tiba-tiba ber bungee-jumping ria. Selama hal-hal itu tidak membahayakan, mereka layak mencoba masuk ke dalam dunia yang berbeda dengan dunia mereka saat ini. Berikanlah ruang pada mereka untuk mencoba berbagai peran yang cocok bagi masa depan mereka. Ada remaja yang menurut tanpa membantah keinginan orangtua mereka dalam menentukan peran mereka, misalnya jika kakek sudah dokter, ayah dokter, kelak iapun “diharapkan dan disiapkan” untuk menjadi dokter pula. Namun ada juga anak remaja yang memang tidak ingin masuk ke dalam dunia yang sama dengan orangtua mereka. Dalam hal ini janganlah memaksakan anak mengikuti kehendak orangtua. Seperti Kahlil Gibran ….anak hanya titipan, ia milik masa depan dan kita milik masa lalu.
Kenali teman-teman anak remaja anda. Bertemanlah dengan mereka jika itu memungkinkan. Namun waspadalah jika anak anda sangat tertutup dengan dunia remajanya. Mungkin ia tidak/ kurang mempercayai anda atau ada yang disembunyikannya.